bulan bagai kancing baju kekasih
yang malu-malu ditanggalkan
cahayanya,
ranum tubuh yang rekah meredup
di sela dahan-dahan pohonan
Sedang dalam bis yang melaju
antara sigli dan seulawah
kau kian cemas dibayangi masa silam
jadi pembawa pesan
yang tak sanggup kabarkan berita:
Di kampung puing pedalaman
ada seorang ibu
seorang gadis
seorang pecinta
tak berdaya, tak berharga
pada batas hidup dan maut
Ingin kau ceritakan
getir tatap mata mereka
bukan saidjah bukan adinda
bukan dalam cerita yang dibaca semasa sekolah
tapi pada kenyataan yang tak henti
mengulangi kisahannya sendiri
Selintas pasi di bibirmu
bekas pagutan kecemasan
dalam benakmu tersisa
gema doa kala pagi
—sehela langkah dari pos perbatasan
tubuh telanjang ditatap bagai rusa buruan
luka lama di lengan, mana surat jalan?
dan di kelam hutan burung kedasih mengalun
mengekalkan sulur pohon leluhur
yang pupus hangus tinggal bayang
Malam ke deli
malam-malam yang lewat
bulan itu, kau kenangkan:
utuh sempurna
masih menunggu tibanya gerhana
2019
Puisi ini telah dimuat di BasaBasi.co pada 5 November 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar