Minggu, 31 Mei 2020

Surat Cinta untuk Jakarta

di antara tanda baca
               koma dan jeda
alinea terakhir sebelum salam perpisahan
aku ingin bicara kepadamu:
kau beri aku nama
tanpa cerita yang bisa dipercaya
          sekian kelana melampaui bulan
          sekian tamat sepanjang tahun
kini sia-sia dalam sebaris kalimat
penutup sebuah pesan, sebuah sajak cinta
yang kau ragukan kebenarannya

bagaimana kau tahu siapa
dari samar bayangannya?
di suatu kota asing, tempatmu sekarang
bunga seberang jalan, halte di simpangan
pagi menjalin tidur
        dalam kuntum musim semi
kepungan waktu—
                 jangan kau hindari, jangan lari
bacalah segugusan isyarat, laku sederhana
timbang satu kata, jutaan peristiwa
himpunlah selapis angan tak nyata
                  yang kau yakini begitu murni
lalu kirimkan dengan gembira
seperti tukang pos yang mengantarkan
            suratnya yang pertama
atau pembuat roti
menatap ranumnya lempung gandum
yang kelak mengenyangkan lapar si miskin

kau tahu surat ini akan sampai kepadanya
dipahami atau tak; mengapa mesti cemas
masuklah ke dalam hujan
                 hatimu kuyup
          berdiang pada unggun harap
dengarkan langkah kakimu
          di tangga stasiun bawah tanah
tanpa peta mau kemana
          sesatkan diri di lorong pemukiman
kemudian seperti kucing liar
tantanglah hidup dengan sembilan nyawa
                  dalam genggaman!

2019

Puisi ini telah dimuat di BasaBasi.co pada 5 November 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar