Jumat, 27 Maret 2015

Bayam Pasar Banjaran

Dua porsi bayam,
       asin seperti gerimis pagi hari
Hijau melayu saat tersaji
        pada piringku 

Sejak kapan ia lama dimasak
Atau dipetik petani umur berapa;
Apa peduli waktu? 

Bagaimana masa muda si lalat mati
Hinggap di sela daunnya
Gagal menyamar biji jagung
dan irisan bawang putih;
Apakah maut mau tahu? 

Suatu hari, bila kudapat
       sebuah takdir
Jadi tumbuhan bayam
di kebun tua di manapun
atau liar di jalan-jalan di manapun
Kubiakkan diriku,
       sebanyak-banyaknya
Melawan usia waktu
yang selalu pongah menatapku
Menepis kerling maut
yang mengintai hidup matiku 

Daunku yang lebat,
        dipetik para petani
Dihidang sebagai sarapan pagi, di sini 

Daunku yang hijau lebat
Dulu menaungi
      kumpulan sarang semut
Tidur berlindung di lelap akarku

2015
Telah dimuat di Bali Post, Maret 2015 dan Kompas, September 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar