bagai
serdadu becermin bening air
Seusai tikai
sunyi
ketika malam menyeberang pulang
Sepanjang
alir sungai
seekor
burung menukik naik
berpapasan
dengan hari lengang
Saling
menerka
Siapa menemu ajal kali ini
menembus
riak,
menembus
batas dunia dan bayangan
Dalam
kapel tua
di muka
altar
Seorang
ibu khusuk berdoa, bertanya,
Mengapa
patung maria berdiri di sini
sementara
surga jauh tinggi di langit?
Mengapa aku berduka
untuk putraku yang tiada?
Tetapi
dua lilin di hadapannya
tetap menyala
Tak
ada angin gaib
yang
ingin memadamkannya.
Namun
hutan seketika jadi biru
seluruh dirinya jadi biru
Suara-suara
mendekat
samar
terbias hujan.
Ia tatap lagi patung
maria
Ia terkenang lagi wajah
putranya.
Biarkan
maut menghibur si mati
dengan
sentuhan
atau tatapan hampa
Sebuah
batu gigil dalam riak
tak bisa menyeberang pulang.
2014
Telah dimuat di KOMPAS, Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar