Tidak semua tanah adalah tempatnya tumbuh
dan tak selalu aku menyadari
bahwa itu sungguh sekuntum bunga
Lebih dari sekadar percaya
Bahwa burung itu kini tengah melayang
Atau betapa dinginnya curah hujan di tangan
Sebab agaknya aku telah mulai kehilangan
apa yang pernah dilihat atau ditemukan
Andai aku tetap meyakini
Bahwa siang dan malam
adalah karena gerak bumi
bulan dan matahari
Bagaimana kujelaskan:
Apakah bisa wangi dupa
mengantarkan doa-doa kepada para dewa?
Apakah bisa seorang ibu demam semalaman terbaring di ranjang
seketika tersembuhkan oleh sentuhan tangan putra tuhan?
Dan apakah maut akan mengizinkanku
lahir kembali di dunia yang lain, di masa yang lain
lagi-lagi sebagai penyair?
Lambat laun aku seakan serupa batu-batu
berhenti membayangkan atau merasakan
semua yang sedang berlalu
Sebab aku tak bisa menjawab
segala yang terlanjur dipertanyakan
Karenanya, sekuntum bunga
Biarlah tumbuh bagai sekuntum bunga
Tanpa sesuatu pun yang mesti disangsikan
2011
Telah dimuat dalam antologi puisi Temu Sastrawan Indonesia IV tahun 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar